Implan gigi atau dental implant adalah akar gigi tiruan yang ditanam di tulang rahang untuk menggantikan gigi yang hilang. Perencanaan perawatan prabedah diperlukan untuk menentukan dimensi dan posisi implan yang ideal untuk memastikan keberhasilan jangka panjang dan mengurangi risiko yang terkait dengan operasi implan gigi. Cone beam computed tomography (CBCT) telah banyak digunakan dalam kedokteran gigi implan karena keunggulannya dalam memberikan informasi anatomi serta gambar tiga dimensi (3D) dari akar, tulang, saraf, dan struktur penting di tempat implantasi. Penempatan implan gigi di bagian posterior mandibula harus mempertimbangkan lokasi kanal mandibula (MC) sebagai struktur penting. MC diidentifikasi secara manual di setiap penampang gambar CBCT, diikuti dengan pengukuran tinggi dan lebar tulang secara manual oleh ahli radiologi menggunakan perangkat lunak pencitraan 3D. Lebar dan tinggi tulang alveolar (AB) sangat penting untuk menentukan dimensi implan. Mengidentifikasi MC dan mengukur tulang membutuhkan waktu dan pengukuran yang teliti. Selain itu, keakuratan pengukuran bergantung pada keahlian dan pengalaman ahli radiologi dalam menginterpretasikan radiografi CBCT.
Untuk membantu dokter, pengembangan sistem kecerdasan buatan melalui pendekatan deep learning (DL) dapat secara signifikan mengurangi waktu dan kesalahan yang dilakukan oleh ahli radiologi yang tidak berpengalaman dalam menginterpretasikan citra medis dalam praktik klinis sehari-hari. DL telah berkembang pesat dan telah mencapai akurasi yang jauh lebih tinggi daripada machine learning tradisional karena dapat mengekstrak fitur dimensi secara otomatis. YOLO, sistem deteksi canggih berbasis DL, adalah detektor CNN satu tahap yang dapat secara bersamaan membuat lokalisasi objek dan prediksi klasifikasi dengan akurasi dan kecepatan deteksi tinggi. Sehingga model YOLO sangat mungkin diaplikasikan untuk perencanaan perawatan implan gigi, dan dalam hal ini, untuk deteksi simultan AB dan MC.
Penelitian ini mengembangkan sistem deteksi otomatis dan simultan untuk AB dan MC berdasarkan gambar CBCT 2D yang dapat menyederhanakan dan mempercepat perencanaan implan gigi. Kami mengembangkan Dental-YOLO, versi efisien YOLOv4 yang khusus dikembangkan untuk mendeteksi AB dan MC, dengan peta fitur dua skala pada skala rendah dan tinggi. Atribut bounding box yang terdeteksi kemudian digunakan untuk mengukur tinggi dan lebar tulang yang tersedia di area implan. Sistem deteksi yang diusulkan dapat menghasilkan pengukuran kuantitas tulang, yang sangat penting dalam implan gigi.
Model jaringan Dental-YOLO dirancang khusus untuk mendeteksi AB dan MC dengan menjadikan model jaringan YOLOv4 lebih efisien dalam proses training dan deteksi. Performa Dental-YOLO dibandingkan dengan tiga algoritma lainnya, yaitu YOLOv4, YOLOv3, dan YOLOv3-tiny. Dental-YOLO mengungguli semua algoritma YOLO lainnya dengan nilai mean average precision (mAP) tertinggi sebesar 99,46 persen. Selain itu, Dental-YOLO delapan kali lebih cepat dari YOLOv4 dalam hal deteksi AB dan MC. Dalam hal daya komputasi, performa Dental-YOLO sebanding dengan YOLOv3-tiny yang memiliki efisiensi tertinggi, namun Dental-YOLO mengungguli YOLOv3-tiny secara signifikan di mAP dan Avg IoU. Dental-YOLO terbukti sebagai model dengan daya komputasi yang efisien tanpa mengorbankan akurasi deteksi.
Hasil pengukuran tulang alveolar oleh Dental-YOLO kemudian dibandingkan dengan pengukuran manual yang dilakukan ahli radiologi. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam pengukuran tinggi dan lebar tulang yang dihasilkan oleh Dental-YOLO dan para ahli. Ini menunjukkan bahwa pendekatan DL yang kami kembangkan dapat digunakan untuk deteksi AB dan MC, serta mengukur tulang yang tersedia di area implant, sehingga dapat digunakan untuk pengukuran tulang dalam perencanaan implan gigi. Selain itu, proses training Dental-YOLO menjadi jauh lebih efisien. Hal ini sangat membantu efisiensi pengembangan sistem Dental-YOLO dalam perencanaan perawatan implan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengukur tinggi dan lebar AB secara lebih tepat pada tulang alveolar yang lebih variatif. Deteksi puncak AB dapat diterapkan untuk mendapatkan tinggi tulang yang lebih presisi, terutama pada tulang dengan puncak AB yang menurun. Proses segmentasi AB juga dapat diterapkan untuk mendapatkan pengukuran tulang yang lebih presisi.
Penulis : Eha Renwi Astuti
Informasi detail dapat diakses pada tautan berikut :
https://ieeexplore.ieee.org/abstract/document/9896821/