Kumpulan Hot News Dunia & Informasi Terupdate dan Viral di Indonesia

Dosen Hubungan Internasional UNAIR Soroti Kebijakan Energi Indonesia Pasca G20

UNAIR NEWS – Presidensi Indonesia dalam G20 sudah rampung. Indonesia harus menentukan langkah yang diambil pasca perhelatan tersebut, terutama pada bidang energi. Dr Phil Siti Rokhmawati Susanto, dosen program studi Hubungan Internasional UNAIR angkat suara soal hal ini.

Menurutnya, Indonesia perlu mempertimbangkan kemampuannya untuk mengadopsi kebijakan yang dibahas dalam G20. Belum tentu semua ide yang dituangkan disana akan bisa direalisasikan Indonesia. Hal tersebut ia sampaikan pada gelaran Airlangga Policy Dialogue 2022, acara kolaborasi BEM FISIP Unair dan FPCI AIrlangga Selasa [29/11/2022].

“Untuk konteks lingkungan, banyak ide bagus brilian diberikan oleh negara maju, seperti renewable energi. Tapi apakah kita memiliki kesiapan untuk itu? Kita gak masalah. Indonesia itu sangat welcome. Masalahnya kita mampu gak mengadopsi itu sesuai dengan kemampuan kita dan konsistensi yang seharusnya berjalan?,” ujar Kepala Program Studi Hubungan Internasional UNAIR itu.

Ia juga menyoroti target yang dibuat Indonesia untuk menihilkan emisi karbon pada 2050. Hal tersebut sama dengan target yang ditetapkan Uni Eropa, meskipun kemampuan kedua belah pihak berbeda.

“Menarik karena apa yang diprioritaskan Indonesia tidak jauh beda dari apa yang diprioritaskan Uni Eropa.”

Dirinya menyebutkan bahwa untuk mencapai target itu, masih diperlukan banyak bantuan asing. “G20 dimanfaatkan Indonesia untuk membuka pintu investasi. Kita masih membutuhkan banyak dana bantuan dari negara maju,” terangnya.

Terkait dengan hal tersebut, Indonesia baru saja menerima 20 miliar dolar AS dari Amerika untuk mempercepat transisi energi. Akan tetapi, menurut Siti, Amerika sendiri belum menjadi role model dalam energi hijau.

“Program untuk memberikan dana untuk negara emerging sudah menjadi kebiasaan Amerika Serikat,” terangnya.

Soroti Dilema Pembangunan dan Ekonomi

Industri dan pembangunan di Indonesia harus juga mempertimbangkan faktor lingkungan. Menurutnya, lingkungan tidak boleh dikorbankan atas nama pembangunan yang tidak sustainable.

“Sangat ironis kalau lingkungan harus berkorban untuk ekonomi. Sepertinya yang perlu dibangun adalah pemerintahan yang sangat memahami bagaimana implementasi dari sustainable development,” tutur Siti. 

Pembangunan yang lestari (sustainable) akan berdampak baik bagi lingkungan di Indonesia. Melakukan sebaliknya akan membawa dampak buruk.

“Kalau masyarakat diminta membayar berkali kali lipat dengan penyakit, dengan bencana, dengan polusi, pembangunan seperti apa yang diharapkan?.”

Penulis: Ghulam Phasa Pambayung 

Editor: Khefti Al Mawalia

Exit mobile version