Retinoblastoma merupakan keganasan primer intraokular yang paling umum pada anak-anak; penyakit ini kejadiannya mencapai 11% dari semua kanker selama tahun pertama kehidupan. Sebagian besar anak yang didiagnosis retinoblastoma berusia kurang dari 5 tahun dengan rata-rata usia sekitar 2 tahun. Jenis kanker ini berpotensi dapat disembuhkan; prognosis tergantung pada seberapa dini diagnosisnya dan apakah terapi yang tepat diberikan. Tingkat kelangsungan hidup lima tahun di negara maju jauh lebih baik bila dibanding dengan negara berkembang termasuk Indonesia. Sementara tujuan pengobatan di negara-negara berpenghasilan tinggi telah beralih ke penyelamatan kemampuan penglihatan dan peningkatan kualitas hidup, sedangkan negara-negara berkembang masih berfokus pada peningkatan kelangsungan hidup. Akibatnya, kekhawatiran, masalah, dan prioritas dapat berbeda antara negara maju dan negara berkembang.

Retinoblastoma memiliki angka kematian yang tinggi di negara berkembang dan masih masih menjadi perhatian besar. Di Indonesia, angka kematian akibat kanker yang disebabkan oleh  retinoblastoma  masih sangat tinggi. Selain itu, retinoblastoma merupakan penyebab kedua kematian akibat kanker anak setelah leukemia. Tantangannya adalah: (1) kurangnya kesadaran dan pengetahuan yang tidak memadai tentang tanda dan gejala di antara keluarga dan penyedia layanan kesehatan, (2) diagnosis dan pengobatan yang terlambat. (3) faktor sosial ekonomi dan budaya, termasuk kepercayaan kesehatan keluarga mengenai penyakit dan kesembuhannya, dapat lebih jauh mengganggu pengobatan dan tingkat kelangsungan hidup. Misalnya, orang tua menolak atau menunda operasi karena takut kehilangan penglihatan iatrogenik, kurangnya kesadaran akan penyakit, atau keterbatasan terkait tingkat sosial ekonomi mereka. Orang tua lebih memilih pengobatan tradisional sebelum mencari pengobatan medis barat. Mereka percaya bahwa kanker adalah hasil santet, sehingga menganggap dapat disembuhkan dengan keyakinan agama. Dalam kasus lain, keluarga mereka tidak mengizinkan mereka mencari bantuan medis, atau khawatir tentang biaya berobat ke dokter.

Penanganan orang tua terhadap penyakit yang mengancam jiwa pada anaknya mengubah fungsi dan peran keluarga. Orang tua, terutama ibu, menghadapi banyak masalah kompleks akibat perubahan peran orang tua. Penanganan orang tua dengan retinoblastoma pediatrik dikaitkan dengan garis waktu penyakit, seperti: kecurigaan, penemuan awal, diagnosis, pembedahan, keluar dari rumah sakit, pemulihan pasca operasi (1-3 bulan), terapi lanjutan misal kemoterapi dan pemulihan jangka panjang bertahun-tahun setelah diagnosis. Biasanya, orang tua diliputi kecemasan, rasa tidak aman, dan ketidakpastian, yang kadang kadang sampai terjadi depresi dengan  intensitasnya berbeda-beda menurut fase penyakit. Stres orang tua dapat bertahan pada tingkat yang relatif konstan setelah anaknya menjalani pengobatan.

Paparan jangka panjang terhadap pengobatan kanker pada anak-anak menyebabkan stres dan menurunkan kualitas hidup baik anak yang menjalani terapi maupun orang tua. Anak akan mengalami perubahan kualitas hidup oleh efek samping terapi baok operatif maupun kemoterapi sedangkan  orang tua dari anak penderita kanker mengalami lebih banyak krisis baik secra fisik maupun psikologis selama mendampingi anak dalam menjalani terapi. Orang tua dengan anak yang menjalai terapi berdasarkan laporan lebih rentan mengalami krisis daripada orang tua lainnya. Karena peran penting orang tua dalam pengasuhan anak, kurangnya perhatian terhadap masalah biologis, psikologis, dan sosial dari orang tua yang merawat anak yang sakit dapat membahayakan fungsi keluarga dan kesehatan anak. Selain itu, kesehatan budaya telah dianggap sebagai “nilai, kepercayaan, dan praktik bersama yang unik yang mungkin terkait dengan proses dan interaksi perawatan kesehatan”. Kesehatan dan kinerja keluarga dapat ditingkatkan dengan mengenali masalah orang tua, mengurangi stres, dan meningkatkan fungsi orang tua dan manajemen krisis mental.

Di Indonesia, para ibu cenderung mementingkan budaya dan tradisi etnis mereka, yang dapat memengaruhi persepsi mereka tentang kesehatan dan penyakit anak. Beberapa penelitian telah meneliti ibu dari anak-anak dengan retinoblastoma. Oleh karena itu, penelitian kualitatif ini dilakukan untuk mengeksplorasi pengalaman hidup ibu-ibu Indonesia yang memiliki anak dengan retinoblastoma di seluruh lintasan kanker anaknya.

Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa ibu dari anak yang didiagnosis retinoblastoma mengembangkan berbagai mekanisme koping yang efektif untuk mengelola stres mereka dan mengakses dukungan sosial. Setelah penerimaan diagnosis, para ibu beralih ke perencanaan, membingkai ulang kesulitan mereka dengan cara yang lebih positif, dan mengubah cara mereka menghadapi tantangan yang terkait dengan penyakit dan pengobatan anak mereka. Dukungan sosial, keyakinan kesehatan tradisional, dan spiritualitas memainkan peran yang bervariasi dan penting dalam membantu ibu mengelola stres dan meningkatkan strategi koping mereka. Penting bagi para profesional onkologi pediatrik untuk berempati kepada ibu yang menderita dan menawarkan pendidikan pengasuhan, memfasilitasi pendampingan penanganan mereka, dan mengembangkan program intervensi yang dirancang untuk mendorong penyesuaian psikologis.

Penulis: Susilo Harianto, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Informasi detail dari artikel ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://doi.org/10.1016/j.pedn.2022.06.004

Dewi Maryam, S.Kep.,Ns.,M.Kep; Li-Min Wu,RN.,PhD; Yi-Ching Su, RN.,PhD; Min-Tao Su, RN., PhD; Susilo Harianto: The Journey of Embracing Life:Mathers Perspectives Of Living with They Children with Retinoblastoma

Alamat Link:

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S088259632200149X?pes=vorhttps://reader.elsevier.com/reader/sd/pii/S088259632200149X?token=9874AF1DD52EE3BA766F3F101F11BE0C8BF08942C36FE9B6273522EA1EDDF53C396D0EF5AA9DDC2A2984DB018CEF6772&originRegion=eu-west-1&originCreation=20221124065941