Angka kematian bayi di negara berkembang masih tinggi. Salah satu penyebabnya adalah kolestasis. Kejadian kolestasis pada bayi dikaitkan dengan kelainan bawaan atau infeksi virus. Penyebab infeksi yang paling umum adalah infeksi virus cytomegalovirus (CMV). Data menunjukkan bahwa seroprevalensi CMV pada wanita usia subur di negara maju yaitu sekitar 40-80% dan sekitar 90-100% di negara berkembang. Oleh karena itu, menyebabkan penularan virus secara kongenital dari ibu yang terinfeksi virus CMV secara primer ke janin. Sebagian besar bayi baru lahir yang terinfeksi virus CMV tidak menunjukkan gejala, tetapi sekitar 11% kelahiran hidup dengan infeksi CMV kongenital menunjukkan gejala seperti ikterus (62%), petechiae (58%), hepatosplenomegali (50%), dan hingga 20% mengembangkan gangguan pendengaran sensorineural atau gejala sisa neurologis permanen lainnya dan menyebabkan kecacatan permanen. Oleh karena itu, diagnosis dini yang tepat sangat penting guna memberikan terapi yang tepat dan mengurangi terjadinya kecacatan permanen.
Saat ini di Indonesia, metode yang paling sering digunakan untuk mendiagnosis infeksi CMV adalah pemeriksaan serologi imunoglobulin M (IgM) dan imunoglobulin (IgG) dari sampel darah. Namun sensitivitas deteksi IgM masih rendah dimana IgM ditemukan negatif pada lebih dari 50% anak bergejala, sedangkan pada anak tanpa gejala sebesar 78%. Oleh karena itu, pemeriksaan IgM dan IgG pada bayi baru lahir masih belum dapat sepenuhnya menunjukkan adanya infeksi CMV pada bayi.
Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan metode deteksi virologi yang berguna dalam mendiagnosis penyakit virus karena kemampuannya mendeteksi DNA virus dalam jumlah yang sangat kecil. DNA CMV dari bayi dapat diisolasi dari jaringan tubuh seperti jaringan biopsi hati dan cairan tubuh seperti air mata, air liur, dan urin. Presentasi DNA virus CMV dapat dideteksi dari cairan tubuh pada hari kedua atau ketiga setelah infeksi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi presentasi DNA virus CMV di jaringan hati dan spesimen urin dari bayi dengan kolestasis dengan pemeriksaan PCR dan untuk mengevaluasi kesesuaian pemeriksaan IgM dan IgG dengan PCR dari jaringan hati dan urin, sebagai serta sensitivitas dan spesifisitas uji serologi dibandingkan dengan PCR.
Hasil PCR positif dari biopsi hati yaitu 74,3% dan spesimen urin yaitu 85,7%. Tidak ada kesesuaian antara IgM dengan PCR hati, namun terdapat kesesuaian antara IgM dengan PCR urin dan antara IgG dengan PCR hati dan urin. Sensitivitas dan spesifisitas IgM dengan PCR hati masing-masing adalah 46% dan 56%, dengan akurasi diagnostik 49%. Sedangkan sensitivitas IgG adalah 96% dengan akurasi diagnostik 80%. Sensitivitas IgG dan spesifisitas IgM dibandingkan dengan PCR urin masing-masing adalah 93% dan 100%, dengan akurasi diagnostik lebih dari 60%.
Ini menunjukkan tingginya prevalensi infeksi CMV pada bayi kolestasis. Uji PCR infeksi virus CMV menunjukkan lebih sensitif dan spesifik daripada pemeriksaan serologi IgM, tetapi serologi IgG memiliki sensitivitas dan akurasi diagnostik yang tinggi. Oleh karena itu, pemeriksaan serologis merupakan pilihan untuk mendiagnosis infeksi virus CMV pada bayi kolestatis di negara berkembang yang belum memiliki tanpa fasilitas pemeriksaan PCR.
Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pasien yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini dan kepada Pemerintah Republik Indonesia, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi khususnya Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang telah memberikan dukungan dana pada pelaksanaan penelitian ini.
Penulis : Alphania Rahniayu, Gondo Mastutik, Anny Setijo Rahaju, Siti Eriaty Nur Ruslan, Priangga Adi Wiratama, Erna Sulistiyani, Bagus Setyoboedi
Link Jurnal: https://jidc.org/index.php/journal/article/view/36332217