Bifosfonat (BP) merupakan obat utama yang digunakan untuk terapi osteoporosis dan tumor yang berkaitan dengan tulang. Berdasarkan struktur kimianya bisfosfonat dibedakan menjadi tiga generasi. Bisfosfonat yang mengandung atom nitrogen memiliki kekuatan yang paling poten dalam menghambat proses resorbsi tulang, salah satu contohnya adalah asam zoledronat.
Asam zoledronat menrupakan bisfosfonat generasi terbaru dengan kekuatan 100-200 kali lebih kuat dibandingkan dengan bisfosfonat intravena lainnya. Obat ini bekerja dengan menghambat salah satu enzim yang bekerja pada jalur biosintesa mevalonate yang dikenal dengan nama farnesyl diphosphonate (FPP) synthase, sehingga mengakibatkan proses resorpsi tulang dan pertahanan osteoklas menjadi terganggu. Obat ini juga memiliki masa kerja yang panjang sehingga dapat meningkatkan Bone Mineral Density (BMD). Namun dalam penggunaannya perlu monitoring oleh tenaga kesehatan terutama oleh dokter dan farmasis karena dapat menimbulkan beberapa efek samping yang merugikan seperti hipokalsemia, respon fase akut, toksisitas pada ginjal dan osteonecrosis of jaw (BRONJ).
Menurut Ding et al., dalam salah satu penelitian retrospektif yang dilakukan terhadap pasien kanker payudara menunjukkan adanya kejadian hipokalsemia sebanyak 16%. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Zuradelli et al., dengan hasil tingginya insiden hipokalsemia (38,8%) pada pasien geriatri. Hal ini disebabkan karena penurunan jumlah vitamin D didalam tubuh pasien terutama pasien kanker dan pasien dengan osteoporosis yang diterapi dengan bisfosfonat. Dalam penelitian lainnya juga dilaporkan adanya hubungan insiden terjadinya APR setelah pemberian asam zoledronat (aminobisfosfonat). Hal ini diakibatkan karena terakumulasinya isopentenyl difosfat dan dimethylallyl difosfat di dalam monosit yang dapat mengakibatkan aktivasi pada sel γδ Τ dengan melepaskan interferon γ dan TNF.
Dalam penggunaannya asam zoledronat tidak dapat diberikan untuk pasien dengan klirens kreatinin kurang dari 35 mL/min. Hal ini disebabkan karena adanya risiko nefrotoksisitas setelah pemberian sehingga dapat menimbulkan terjadinya gagal ginjal, Acute Tubular Necrosis dan renal fibrosis yang ditandai dengan degenerasi sel tubular, hilang nya brush border dan terjadinya apoptosis. Berdasarkan laporan dari FDA terdapat 72 kasus terjadinya gagal ginjal pada pasien yang menerima terapi asam zoledronat dalam waktu 18 bulan dan ketika obat ini dihentikan akan terjadi pemulihan yang bersifat parsial. Selain risiko terjadinya gagal ginjal asam zoledronat juga mengakibatkan terjadi Acute Tubular Necrosis (ATN). ATN sering terjadi pada pasien penyakit paget yang mendapatkan terapi asam zoledronat selama 3 hingga 9 bulan dan pasien multiple myeloma dengan terapi yang sama. Dalam sebuah penelitian terbaru, verhulst et al. (2015) mengungkapkan bahwa asam zoledronat terakumulasi dalam kadar yang tinggi di dalam sel tubular ginjal manusia yang selanjutnya akan menembus cairan pada fase endositosis. Efek merugikan lainnya adalah osteonecrosis of jaw (BRONJ). Efek ini meningkat pada pasien yang diterapi secara oral (dengan dosis yang rendah) untuk terapi osteoporosis. BRONJ meningkat risikonya pada pasien yang mendapat terapi bersamaan dengan kortikosteroid karena adanya penekanan osteoklast. Penyebabnya adalah karena berkurangnya pergantian tulang, efek anti angiogenik dan adanya infeksi.
Penulis: Dr. Yulistiani, Apt., M.Si dkk
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
https://www.rjptonline.org/AbstractView.aspx?PID=2022-15-5-69,
Zoledronic Acid Use and Adverse Drug Reaction (ADR)
Vina Neldi, Yulisiani. Zoledronic Acis Use and Adverse Drug Reaction (ADR). Research Journal of Pharmacy and Technology. 2022; 15(5):2327-3.doi: 10.52711/0974-360X.2022.00387 Available on: https://www.rjptonline.org/AbstractView.aspx?PID=2022-15-5-69